Ome Hadiri Sidang MK, Status Pidana Jadi Sorotan Sengketa PSU Pilkada Palopo

Syarwan
Sabtu, 05 Juli 2025 13:48 - 482 View

Jakarta, Caber.id – Calon Wakil Wali Kota Palopo nomor urut 4, Akhmad Syarifuddin Daud (akrab disapa Ome), menghadiri sidang pemeriksaan sengketa hasil Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pilkada Palopo di Mahkamah Konstitusi (MK), Jumat (4/7/2025).

Sidang ini merupakan kelanjutan dari gugatan pasangan calon nomor urut 3, Rahmat Masri Bandaso–Andi Tenri Karta (RahmAT), yang mempersoalkan syarat pencalonan pasangan Naili–Akhmad Syarifuddin, peraih suara terbanyak pada PSU.

Pokok sengketa yang diajukan RahmAT berkaitan dengan status hukum Ome, yang dinilai tidak memenuhi syarat sebagai calon karena pernah dipidana pada 2018. Saat mendaftar ke KPU, Ome menyerahkan surat keterangan tidak pernah terpidana dari Pengadilan Negeri (PN) Palopo.

Namun, belakangan diketahui bahwa surat tersebut dikeluarkan akibat kekeliruan sistem. Melalui Humas PN Palopo, Iustika Puspa Sari menjelaskan bahwa sistem tidak bisa membaca riwayat pidana Ome.

“Terjadi kesalahan sistem karena perbedaan penulisan nama, di surat keterangan yang diajukan atas nama “Akhmad Syarifuddin”, sementara dalam data pidana tercatat sebagai “Dr. Akhmad Syarifuddin,” ucap Iusitika Puspa.

Menanggapi temuan tersebut, Bawaslu Palopo mengeluarkan rekomendasi pelanggaran administrasi. KPU kemudian meminta Ome untuk memperbaiki syarat pencalonan dengan mengumumkan status pidananya secara terbuka.

Hal ini kemudian dijadikan dasar gugatan RahmAT ke MK, yang menilai perbaikan administrasi tersebut dilakukan tidak sesuai jadwal dan tahapan Pilkada. Gugatan ini teregistrasi dengan nomor 17/PAN.MK/e-AP3/06/2025.

Dalam sidang, Hakim MK Saldi Isra secara langsung menanyakan alasan Ome tidak menyampaikan riwayat pidananya sejak awal pada pilkada Palopo di tahun lalu.

“Siapa yang menyampaikan kepada Bapak bahwa tidak perlu mengisi keterangan pernah terpidana?” tanya Saldi.

Ome menjawab bahwa pihaknya telah berkonsultasi dengan KPU sebelum melengkapi dokumen.

“Setelah kami menyerahkan surat keterangan dari PN Palopo, tidak ada pemberitahuan dari KPU atau Bawaslu bahwa dokumen itu keliru. Namun, sebelum pendaftaran PSU, kami secara sadar mengumumkan status pidana itu melalui media massa, media sosial, dan ruang publik,” jelasnya.

Ome juga menegaskan bahwa status pidananya tercantum dalam SKCK, meski tidak muncul pada surat dari pengadilan karena kekeliruan sistem.

“Saat isu soal ketidakjujuran mulai berkembang, kami mengambil inisiatif untuk menyampaikan secara terbuka bahwa kami memang pernah menjalani pidana,” tegasnya.

Sidang sengketa ini masih berlanjut, dan putusan MK akan menjadi penentu keabsahan hasil PSU Pilkada Palopo 2025.