Polemik SP2D di Palopo: DPRD Soroti Risiko Keterlambatan, BPKAD Luruskan Persepsi

Syarwan
Sabtu, 18 Oktober 2025 15:58 - 34 View

PALOPO, Caber.id – Kebijakan baru terkait mekanisme pencairan anggaran daerah di Kota Palopo menjadi sorotan publik. Wakil Ketua II DPRD Palopo, Alfri Jamil, menilai aturan mengenai penandatanganan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) berpotensi memperlambat serapan anggaran di Organisasi Perangkat Daerah (OPD).

Dalam dialog publik yang digelar Gerakan Anak Muda Palopo (AMPO) di Warkop Hypatia, Kelurahan Malatunrung, Kecamatan Wara Timur, Jumat (17/10/2025), Alfri menyampaikan kritiknya terhadap tata kelola keuangan daerah.

Ia menekankan pentingnya kebijakan yang tidak justru menghambat pelaksanaan program pemerintah.

“Tata kelola keuangan ini juga didasari oleh regulasi. Kita berharap agar serapan anggaran bisa maksimal,” ujar Alfri Jamil.

Menurutnya, serapan anggaran yang optimal merupakan kunci keberhasilan pelaksanaan kegiatan di masing-masing OPD. Ia menilai, proses administrasi yang berbelit justru akan berdampak pada turunnya kinerja pemerintah daerah.

“Serapan anggaran untuk kegiatan OPD di Palopo harus maksimal. Kalau prosesnya terlalu panjang, kegiatan bisa tertunda,” tambahnya.

Alfri menjelaskan bahwa DPRD menyoroti kebijakan baru terkait Surat Perintah Membayar (SPM) dan SP2D karena khawatir proses pencairan yang diambil alih langsung oleh kepala daerah akan memperlambat pelayanan.

“Kami di DPRD khawatir serapan anggaran berkurang karena proses yang biasanya ditangani Bendahara Umum Daerah kini diarahkan ke kepala daerah. Dengan banyaknya OPD, ini bisa membuat pencairan lambat,” jelasnya.

Ia bahkan mempertanyakan apakah kepala daerah mampu menjamin seluruh OPD terlayani tepat waktu. Menurut Alfri, jika pencairan dipusatkan di meja Wali Kota, waktu penyelesaian yang biasanya tiga hari bisa molor hingga sepekan.

“Kalau semua proses harus lewat Wali Kota, yang biasanya tiga hari bisa jadi seminggu. Padahal kita butuh proses cepat agar serapan anggaran maksimal,” tegasnya.

Menanggapi hal tersebut, Plt Kepala Bidang Anggaran BPKAD Palopo, Imam Darmawan, menegaskan bahwa Wali Kota Palopo tidak menandatangani SP2D. Ia menjelaskan, surat edaran yang dikeluarkan pemerintah kota hanya bertujuan memperkuat pengawasan dan transparansi aliran belanja daerah.

“Saya perlu luruskan bahwa bukan Wali Kota yang menandatangani SP2D. Yang menandatangani tetap saya. Surat edaran itu hanya agar Wali Kota mengetahui dan memantau belanja perangkat daerah,” kata Imam.

Imam juga menyoroti pentingnya keterbukaan antara pemerintah dan masyarakat dalam mengawal kebijakan publik. Menurutnya, komunikasi yang baik menjadi kunci perbaikan tata kelola pemerintahan.

“Demokrasi itu dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Kalau pemerintah mau duduk bersama masyarakat, berarti ada niat baik untuk memperbaiki tata kelola,” ujarnya.

Lebih lanjut, Imam menjelaskan bahwa saat ini seluruh proses pengajuan belanja sudah menggunakan aplikasi Srikandi, sistem digital yang mendukung transparansi dan efisiensi penggunaan anggaran.

“Sekarang semua pengajuan belanja harus melalui sistem Srikandi. Beliau (Wali Kota) juga baru menjabat sekitar dua bulan, jadi wajar jika ingin mengetahui lebih detail belanja daerah. Tugas kami adalah memberikan informasi itu,” tandasnya.

Kebijakan baru terkait SP2D ini muncul sebagai bagian dari upaya pemerintah kota memperketat pengawasan terhadap aliran keuangan daerah. Namun, DPRD menilai langkah tersebut harus tetap memperhatikan efektivitas birokrasi agar tidak menghambat pelaksanaan program pembangunan di Palopo.