Putar Suara Kicauan Burung Kena Royalti, Netizen: Puter Aja Janji Kampanye!

CABER.id – Polemik royalti musik di tempat usaha kembali memanas. Setelah kasus Mie Gacoan menjadi sorotan publik, para pelaku usaha seperti restoran, kafe, dan hotel mulai mencari jalan keluar untuk tetap memberikan ambience tanpa terjerat aturan royalti. Salah satu cara yang ditempuh adalah memutar suara kicauan burung atau suara alam lainnya.
Namun, langkah ini ternyata tak sepenuhnya aman. Ketua Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN), Dharma Oratmangun, menegaskan bahwa pemutaran suara burung pun bisa tetap terikat royalti, terutama jika suara tersebut berasal dari rekaman yang diproduksi oleh pihak tertentu.
“Dimaksudkan lagu itu, mau itu lagu Bahasa Inggris, bahasa India, lagu bahasa Indonesia, lagu Papua, lagu Aceh, lagu Minang atau instrumentalnya sekalipun itu karya musik,” ujar Dharma, dalam video yang diunggah di Instagram @lambe_turah, dikutip Rabu 6 Agustus 2025.
Menurutnya, bahkan suara alam sekalipun jika merupakan hasil rekaman komersial memiliki perlindungan hak cipta dari produser fonogram.
“Kalau misalnya memutar lagu rekaman suara burung atau suara apapun, kan ada produser fonogram yang mempunyai hal terhadap rekaman tersebut,” jelasnya.
Pernyataan ini sontak mengundang reaksi beragam dari netizen +62. Di kolom komentar unggahan video tersebut, warganet melontarkan berbagai tanggapan satir dan kelakar khas dunia maya Indonesia.
“Murotal sekalian ruqyah rumah,” tulis seorang netizen.
“PUTER AJE JANJI KAMPANYE PUTER,” timpal akun lain, menyindir situasi dengan nada jenaka.
“Tiati lambe turah muter dia ngoceh bisa kena royalti,” sahut warganet lainnya, disertai emoji tertawa.
Isu ini mencuat kembali setelah kasus pemutaran lagu tanpa izin di restoran Mie Gacoan Bali berujung ke ranah hukum. Bos Mie Gacoan Bali, I Gusti Ayu Sasih Ira, ditetapkan sebagai tersangka atas pelanggaran hak cipta setelah salah satu LMK, yakni SELMI, melaporkannya.
Sejak kasus tersebut viral, pelaku usaha mulai ragu memutar lagu di tempat mereka, termasuk dari platform streaming berbayar, karena kekhawatiran tidak memiliki izin komersial yang sah.
Menanggapi kebingungan ini, Dharma menegaskan bahwa baik lagu lokal maupun internasional tetap wajib membayar royalti melalui satu pintu, yakni LMKN. Bahkan, kerja sama internasional telah dijalin untuk mempermudah proses pembayaran lintas negara.
“Jadi, pakai lagu luar negeri pun harus bayar royalti melalui LMKN,” tegasnya.
“Iya itu kan kami collab dengan LMKN yang ada di masing-masing negara. Jadi, imbauannya itu adalah pakai aja musik, bayar royalti, selesai,” pungkas Dharma.
Sumber: VIVA