Usai Pesta ke-80, Tarian Akrobatik Anggota Dewan Picu Kerusuhan

Syarwan
Minggu, 31 Agustus 2025 23:28 - 113 View

Opini, Caber.id – Ditengah semarak bulan perayaan kemerdekaan Republik Indonesia (RI) yang ke-80 tahun, kota Jakarta justru begitu padat dan bergejolak dengan nyaringnya letupan petasan berbalas gas air mata, bergema dimana-mana hingga merebak ke penjuru tanah air.

Bukan kemeriahan melaikan ribuan rakyat yang geram menutut perbaikan moral para anggota dewan yang acap kali melontarkan ucapan tidak etis, bukti betapa hancurnya komunikasi antara rakyat dan wakilnya.

Teriakan tegas “Merdeka” mahasiswa bersama masyarakat sering bergema namun dengan suasana mencekam butut perkataan tolol yang dilontarkan Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Syahroni di tanggal (25/8/2025) lalu. Tak hanya itu, sebelumnya juga para anggota dewan perwakilan rakyat mempertontonkan aksi ketidakwibaannya seolah tak tahu bahwa tahta yang didapati itu merupakan mandat yang di berikan rakyat Indonesia.

Mirisnya, kebahagiaan dengan berjoget justru menggambarkan sikap tidak empati para anggota dewan ditengah kompleksnya masalah bangsa, mulai dari meningkatnya angka pengangguran, ketidakpastian ekonomi hingga pajak yang mencekik leher.

Hingga akhirnya amarah rakyat pun memuncak, tepatnya Rabu (27/8) di siang hari. Ini bukan hanya sekedar amarah melaikan akumulasi keresahan, ibarat bisul yang akhirnya pecah namun dengan penuh rasa sakit yang dalam.

Kayu pun melayang di kerumunan massa. Ternyata pesta itu berubah menjadi kekacauan yang tak terelakan. Ribuan orang yang berkumpul kini mendeklarasikan bahwa pemilik negara sesungguhnya adalah rakyat.

Massa pun mencoba merensek masuk ke dalam gedung DPR RI namun justru dihalau tembok coklat seolah rakyat yang datang ini dipandang asing, padahal sang pemilik rumah asli hanya ingin melihat kondisi pesuruhnya yang kian jauh dari komitmen yang dibangun bersama.

Perjuangan masih berlangsung hingga petang tidak terlalu gelap masih ada cahaya lampu, petaka datang seorang pejuang dengan keluarga dengan niat tulus memperjuangan hak dirinya dan teman-temannya sebagai Ojek Online (Ojol), yang hanya numpang lewat tapi justru tewas di injak kuda besi kendaraan barracuda polisi.

Alih-alih ditugaskan mengawal jalannya pesta namun berubah menjadi refresif dalam bertugas, gas air mata yang mereka lepaskan di kerumunan massa, adalah arogansi. Katanya petugas yang mengayomi malah membunuh dengan melindas Affan sang pengemudi ojol tanpa memikirkan jeritan perihnya ban mobil besi yang beratnya berton-ton.

Insiden ini bukan ketidaksengajaan, melaikan bukti para petugas negeri kian rampuh moral dan kemanusiaannya. Hasilnya, amarah rakyat pun berubah menjadi anarki, kekacauan begitu cepat tersebar, demo berujung kebakaran akhirnya bermula di ujung timur negeri, Makassar menyala, Karawang, Bandung, Surabaya, Jambi, Kwitang dan Semarang ikut juga bergejolak.

Kisruh negeri ini sudah tercacat dalam sejarah, perjuangan dengan menegur harusnya bukan dilakukan dengan membakar apalagi menjarah. Semangat harus tetap tumbuh tapi bukan dari provokasi oknum yang sengaja memanfaatkan situasi.

Saat ini tujuannya adalah mendesak para wakil rakyat untuk berbenah. Salah satu aspek yang dapat di tempuh yakni mendorong ketua partai agar memecat kadernya di DPR yang berulah, tentunya jalan ini merupakan cara konstitusional sebagaimana amanat UUD 1945 tentang peraturan pemilu dan UU partai politik.

Disebutkan bahwa peserta pemilihan umum anggota DPR/DPRD adalah partai politik, dan peserta pemilu untuk memilih anggota DPR adalah peseorangan. Sehingga secara otomatis anggota partai yang di pecat tidak dapat lagi menjadi anggota DPR jika berkaca pada peraturan tersebut.

Semoga corong suara para aktivis, mahasiswa, buruh dan rakyat cepat direspon dengan tindakan konkret oleh para pemangku kepentingan di negeri ini, terkhusus lagi DPR RI. Jadikan tragedi Affan Kurniawan sebagai simbol perjuangan dalam meneggakkan keadilan.

 

Penulis: Muhammad Jaya (Aktivis Pemuda Luwu Raya)